Es Potong alias Es Bunbun (sumber: travel.kompas.com) |
Saya dan beberapa teman sekelas termasuk yang sering pulang jalan kaki. Ada keasikan tersendiri pulang rame-rame sambil jalan kaki. Salah satunya adalah dapat es gratis.
Bagaimana bisa?
Pada jam pulang sekolah, biasanya ada banyak penjual keliling yang akan mangkal di lorong depan sekolah. Mereka akan berjualan sampai semua murid pulang dan lorong depan sekolah menjadi sunyi. Kalau sudah sunyi, mereka akan melanjutkan perjalanannya masuk keluar gang menjajakan dagangannya.
Salah satu penjual keliling yang sering mangkal depan lorong sekolah adalah penjual es potong. Di jaman masih SD dulu, kami menyebutnya “es bunbun.” Kami biasanya berkerumun dekat tukang es bunbun. Memperhatikan bagaimana lincahnya tangan kirinya mengambil es yang dingin dari dalam gerobaknya, tangan kanannya mengambil lidi yang sudah dipotong-potong, menusuknya pada es berbentuk tabung itu, dan tanpa perlu menggunakan mistar dengan cekatan memotong es dengan panjang yang selalu hampir sama untuk setiap pembeli, mengiris plastik pembungkus, membukanya, dan menyerahkannya kepada pembeli.
Kami sebenarnya tidak tahu asal penjual es bunbun itu. Namun, sudah umum di kota ini, semua penjual keliling dipanggil “Mas” tidak peduli dari manapun dia berasal.
“Mas, abis ini mo kamana?”
“Mo ke arah sana,” jawab si Mas sambil menunjuk arah utara. Arah pulang kami.
“Boleh iko, Mas? Torang kwa mo pulang ka Tumumpa. Supaya te Mas ada tamang di jalang.”
“Boleh.”
Kami pun berjalan beriringan bersama Mas penjual es bunbun. Mas masuk gang yang sempit, kami ikut masuk gang. Mas belok ke kanan, kami pun belok ke kanan. Mas berhenti karena ada yang membeli, kami pun berhenti menunggu Mas selesai melayani para pembelinya dan melanjutkan perjalanan. Saat menunggu inilah kami biasanya dapat bonus. Bonus es bunbun gratis. Bagian ujung es biasanya ukurannya sudah tidak sesuai dengan standar yang akan dijual. Bagian itulah yang akan Mas bagikan kepada kami. Hitung-hitung sebagai hadiah karena sudah menemaninya sepanjang jalan.
Tak terasa, pada akhirnya kami harus berpisah. Mas akan lurus terus, saya harus belok kiri, teman yang lain harus belok kanan. Perjalanan pulang jalan kaki yang biasanya tidak sampai setengah jam, memang jadi lebih lama dari biasanya. Tapi tak mengapa. Asal dapat es bunbun gratis, siapa yang peduli soal lamanya waktu?
0 komentar:
Posting Komentar